"Vertical Limit" at Shimoyama apartment
Sabtu yang lalu, saya dan teman-teman sempat menyaksikan Tokamachi Snow Festival yang diadakan di bukit/gunung. Sehingga jadi teringat kisah sekitar dua/tiga minggu yang lalu. Kisah ini diilhami filem "Vertical limit" yang diputar di TV beberapa bulan yang lalu.
Film vertical limit mengisahkan perjalanan para pendaki gunung pada saat terjadi badai salju. Cerita lengkapnya sih tidak terlalu diikuti, cuma ada beberapa adegan yang menginspirasi saya pada saat "kondisi yang tidak normal" terjadi di apato.
Ceritanya, di hari minggu, tidak seperti biasanya saya tinggal di rumah. Waktu itu sebenarnya siang hari mau ke kampus seperti yang sudah-sudah, tetapi karena iseng nggugel ada lagu mp3 dari grup Marillion yang bisa didownload seharga $0 di iTunes store. Sehingga saya terpaksa download dan install iTunes di pc.
Setelah diinstall, lagu yang dicari pun memang ada, cuma yang bikin kecewa harganya bukan 0.0 dollar tetapi 0.9 dollar alias tidak gratis. Walah..ketipu nih yee. Ya akhirnya seharian ngoprek (karena penasaran) sama iTunes ini.
Pas sore hari, mau masak nasi dan sholat ashar, kok air di rumah nggak ngalir. Wah jadi bingung nih. Akhirnya tanya-tanya tetangga sebelah, ternyata sama airnya juga nggak ngalir. Terus pergi ke Oyasan (yang punya rumah), kebetulan tempatnya dekat. Ee dibel bolak-balik nggak ada yang keluar. Mungkin lagi keluar soalnya hari minggu.
Ya terpaksa berpikir gimana nih solusinya.
Seperti biasa, nge-Buzz ardian di kaikan pake yahoo messenger, cerita kondisinya dan rencana malam mau tidur di kaikan karena nggak ada air. Soalnya kayaknya nggak mungkin minggu-minggu gini apalagi sudah sore/malem air diperbaiki, paling baru bisa esok harinya...Ok..bisa pak..tidur di kaikan, kata Ardian (thank friend).
Cuma masalahnya ini air di rumah udah nggak ada sama sekali, tinggal satu teko bekas air dari termos yang biasa untuk minum. Akhirnya sebagaian air ini dipakai untuk wudhu dan sedikit ke toilet. Nasi juga belum dimasak, padahal udah lapar. Kalau ke kaikan kan nggak bisa langsung berangkat, harus nunggu jadwal bis dan harus jalan kaki, jadi perlu makan dulu.
Gara-gara situasi inilah, muncul ide dari Film "vertical limit" itu. Di Film yang menceritakan pendaki gunung bersalju ini, saya terpesona dengan adegan dimana untuk keperluan minumnya, mereka tinggal mengambil bongkahan salju lalu dipanaskan dengan kompor gas portable (yang biasa dibawa pendaki), maka jadilah air minum.
Sehingga muncullah ide "membuat air" ini. Kebetulan di halaman rumah, salju menumpuk. Maka dengan menggunakan ember kecil, saya ambil salju-salju di depan rumah (banyak juga), lupa berapa ember. Kemudian salju saya masukkan ke dalam panci dan saya masak diatas kompor. Yatta...jadilah air. Karena pancinya kecil, jadi harus dipindah beberapa kali. Ya ngak papa lah...yang penting ada air. Soalnya air minum yang sedikit tadi dipakai untuk masak nasi. Sehingga air hasil rebusan salju ini bisa dipakai ke toilet dan untuk wudhu berikutnya...
Akhirnya sambil menunggu nasi masak, saya berhasil "membuat air" satu ember besar/sedang. Agak tenang, karena bisa wudhu, ke toliet dan akhirnya setelah nasi masak bisa makan. Untung masih punya persediaan burger, sehingga tinggal digoreng (tidak perlu dimasak dengan air), dan jadilah makan dengan nasi, burger dan sambel. sip lah nggak jadi kelaparan.
Setelah makan, akhirnya sekitar jam 7 malem saya berangkat ke kampus, sebelum ke kaikan mampir dulu ke lab...(jadinya hari minggu itu pergi juga ke kampus...hehe)
Dan acara tidur di kaikan pun terlaksana. Saking baiknya Ardian, karena saya masih ngetik sampai malam, Ardian rela tidur di kamar Hendra (yang lagi pulang ke Surabaya), dan saya tidur di kamar Ardian, setelah ngetik sampai jam 2/3 pagi.
Keesokan harinya, tidak seperti biasa saya datang pagi ke kampus (biasanya sih sekitar jam 12 siang). Saking paginya, pas di lab, ketemu sensei (Prof), beliau sedikit senyum, mungkin agak heran "tumben aryuanto-san datang pagi...hehe kaliii".
Gitu ceritanya.....
Film vertical limit mengisahkan perjalanan para pendaki gunung pada saat terjadi badai salju. Cerita lengkapnya sih tidak terlalu diikuti, cuma ada beberapa adegan yang menginspirasi saya pada saat "kondisi yang tidak normal" terjadi di apato.
Ceritanya, di hari minggu, tidak seperti biasanya saya tinggal di rumah. Waktu itu sebenarnya siang hari mau ke kampus seperti yang sudah-sudah, tetapi karena iseng nggugel ada lagu mp3 dari grup Marillion yang bisa didownload seharga $0 di iTunes store. Sehingga saya terpaksa download dan install iTunes di pc.
Setelah diinstall, lagu yang dicari pun memang ada, cuma yang bikin kecewa harganya bukan 0.0 dollar tetapi 0.9 dollar alias tidak gratis. Walah..ketipu nih yee. Ya akhirnya seharian ngoprek (karena penasaran) sama iTunes ini.
Pas sore hari, mau masak nasi dan sholat ashar, kok air di rumah nggak ngalir. Wah jadi bingung nih. Akhirnya tanya-tanya tetangga sebelah, ternyata sama airnya juga nggak ngalir. Terus pergi ke Oyasan (yang punya rumah), kebetulan tempatnya dekat. Ee dibel bolak-balik nggak ada yang keluar. Mungkin lagi keluar soalnya hari minggu.
Ya terpaksa berpikir gimana nih solusinya.
Seperti biasa, nge-Buzz ardian di kaikan pake yahoo messenger, cerita kondisinya dan rencana malam mau tidur di kaikan karena nggak ada air. Soalnya kayaknya nggak mungkin minggu-minggu gini apalagi sudah sore/malem air diperbaiki, paling baru bisa esok harinya...Ok..bisa pak..tidur di kaikan, kata Ardian (thank friend).
Cuma masalahnya ini air di rumah udah nggak ada sama sekali, tinggal satu teko bekas air dari termos yang biasa untuk minum. Akhirnya sebagaian air ini dipakai untuk wudhu dan sedikit ke toilet. Nasi juga belum dimasak, padahal udah lapar. Kalau ke kaikan kan nggak bisa langsung berangkat, harus nunggu jadwal bis dan harus jalan kaki, jadi perlu makan dulu.
Gara-gara situasi inilah, muncul ide dari Film "vertical limit" itu. Di Film yang menceritakan pendaki gunung bersalju ini, saya terpesona dengan adegan dimana untuk keperluan minumnya, mereka tinggal mengambil bongkahan salju lalu dipanaskan dengan kompor gas portable (yang biasa dibawa pendaki), maka jadilah air minum.
Sehingga muncullah ide "membuat air" ini. Kebetulan di halaman rumah, salju menumpuk. Maka dengan menggunakan ember kecil, saya ambil salju-salju di depan rumah (banyak juga), lupa berapa ember. Kemudian salju saya masukkan ke dalam panci dan saya masak diatas kompor. Yatta...jadilah air. Karena pancinya kecil, jadi harus dipindah beberapa kali. Ya ngak papa lah...yang penting ada air. Soalnya air minum yang sedikit tadi dipakai untuk masak nasi. Sehingga air hasil rebusan salju ini bisa dipakai ke toilet dan untuk wudhu berikutnya...
Akhirnya sambil menunggu nasi masak, saya berhasil "membuat air" satu ember besar/sedang. Agak tenang, karena bisa wudhu, ke toliet dan akhirnya setelah nasi masak bisa makan. Untung masih punya persediaan burger, sehingga tinggal digoreng (tidak perlu dimasak dengan air), dan jadilah makan dengan nasi, burger dan sambel. sip lah nggak jadi kelaparan.
Setelah makan, akhirnya sekitar jam 7 malem saya berangkat ke kampus, sebelum ke kaikan mampir dulu ke lab...(jadinya hari minggu itu pergi juga ke kampus...hehe)
Dan acara tidur di kaikan pun terlaksana. Saking baiknya Ardian, karena saya masih ngetik sampai malam, Ardian rela tidur di kamar Hendra (yang lagi pulang ke Surabaya), dan saya tidur di kamar Ardian, setelah ngetik sampai jam 2/3 pagi.
Keesokan harinya, tidak seperti biasa saya datang pagi ke kampus (biasanya sih sekitar jam 12 siang). Saking paginya, pas di lab, ketemu sensei (Prof), beliau sedikit senyum, mungkin agak heran "tumben aryuanto-san datang pagi...hehe kaliii".
Gitu ceritanya.....