(rumah yang kena gempa)
(pindah setelah gempa)
Pada tgl 23 oktober 2005 nanti,tepat satu tahun gempa niigata. Untuk mengenangnya saya kutip tulisan (email) yang ditulis istri saya yang dikirim ke keluarga di bandung sekitar satu tahun yang lalu.
Pasti mama mau dengerin cerita kami tentang jishin. Jishin itu artinya gempa(goyangan). Ceritanya begini :
Tgl 23-10 (hari ke 10 puasa), sabtu paginya kan mili chating sama siabang. Mas anto lagi ke rumah teman, bantu masak, karena hari itu ada acara buka puasa bareng mahasiswa Indonesia dan Malaysia. Giliran Indonesia yang menyediakan makanannya.
Sorenya jam 4, mili dijemput untuk pergi ke kampus. Acara buka puasanya dikampus, di ruang serba guna yang letaknya di asrama mahasiswa asing.
Asrama mahasiswa itu ada tiga lantai. Ruang serba gunanya di lantai satu, letaknya pas di samping lobby.
Sore itu cuacanya cerah. Seperti biasa pas magrib tiba jam 04.50 sore, kami buka, hari itu dengan bubur kacang hijau, terus sholat magrib.
Mili abis makan bubur kacang hijau, terus ke kamar teman, letaknya disamping ruang serba guna. Disana mili sholat magrib, memanasi bubur Danish. Selesai sholat mili menyuapi Danish. Saat itu anak-anak pada main di kamar juga. Selesai mili suapin Danish, dia nangis minta nena, ngantuk, soalnya siangnya dia tidak tidur.
Mili lagi nenain Danish, mas anto datang, mengantar makanan nasi untuk mili. Kalau gak begitu bisa keabisan seperti minggu lalu. Nah anak-anak pada keluar, makan di ruang serba guna. Mas anto balik lagi ke ruang serba guna, mau makan juga. Jadi milli tinggal berdua ama Danish. Mili nenain Danish pake kain gendong, biar kalau dia tidur, mili bisa makan. Gak berapa lama Danish tidur. Mili pindah duduk ke kursi meja makan, mau makan. Baru duduk, sambil benerin posisi piring, tiba-tiba gempa, bergoyang sekali dan lama, terus ada suara keras. Dan kamar langsung gelap. Mili ketakutan dan panik, sambil gendong Danish kuat-kuat, mili berusaha berdiri, mau jalan keluar tapi susah, soal kamarnya bergoyang dan gelap. Persis kayak kalau kita berdiri di sambungan gerbong kereta api yg lagi jalan cepat.
Untungnya kursi meja makan itu dipinggir lorong pintu untuk keluar, jadi mili gak terlalu jauh jalan. Tapi dilorong itu gelap sekali. Lorongnya sepanjang 1,5 meter saja, tapi karena gelap dan bergoyang, susah mau jalan, tangan satu pegang Danish(dia kebangun) satunyanya lagi pegangan dinding supaya gak jatuh. karena saking goyang, kaki kita bergoyang juga, badan kena ketembok. Persis kayak badan kita kalau didorong dorong orang dari kiri dan kanan. Terus karena mili panik, mili kesusahan buka pintu. Pintunya dari besi dan ada pegas diatasnya, jadi agak berat dibukanya.
Pas mili udah dilorong luar, mau lari ke ruang serba guna, gempa lagi, tadinya mau masuk tapi sampai pintu serba guna ruangnya juga gelap, mili lari ke lobby, mili bingung, mau cari mas anto tapi gelap, terus pas mili berdiri di lobby, orang-orang yang diluar berteriak, “bu, keluar-keluar”. Mili tambah panik, sambil lari keluar, turun tangga. Mili lari dari kamar gak pake sendal, Cuma pake kaos kaki. Pas diluar juga ada gempa lagi. Diluar baru sadar, bahwa tadi itu gempa. Temennya mas anto teriak, bu jauh-jauh jangan dekat gedung. Soalnya mili kayak orang bengong, berdiri di dekat tangga. Terus mili lari ke kerumunan orang.
Mas anto juga belum keliatan,rupanya dia nyusul mili kekamar. Gak berapa lama baru keliatan dia keluar gedung. Semua orang-orang lari keluar gedung. Diluar udah gelap dan udaranya dingin sekali. Istrinya temen mili, dia dan anaknya dilantai tiga. Dia gak ikutan buka puasa. Dikamarnya dia sembunyi dikolong meja. Soalnya barang-barangnya pada jatuh, dia nangis ketakutan.
Kami berdiri dihalaman parkir depan gedung. Gempanya berulang-ulang dan besar. Dan selang waktu gempa satu dengan berikutnya tidak lama. Jalan bergetar, tiang listrik bergoyang. Kedengeran suara helikopter, sirene. Kami menunggu diluar. Danish mulai rewel, kedinginan. Mili juga, mana lapar dan haus. Orang-orang yg di ruang serba guna udah pada selesai makan.
Udah agak berapa lama, Danish tambah rewel. Ada orang yang liat, suami istri, istrinya pinjamin jaket. Danish mili selimutin, mili duduk dipinggir nenain dia, tidak berapa lama dia tidur. Uuuu dingin banget.
Terus temen mas anto masuk kedalam ruang serba guna ambil karpet, kami duduk, terus ambil nasi dan lauk pauk dari dalam. Soalnya istrinya dan temennya belum makan. Karena baru pulang dari kerja. Mili karena makan, ya ikut makan juga. Jadi kayak kemping. Sambil gendong Danish, mili makan. Mas anto juga masuk lagi kedalam kamar ambil tas perlengkapan Danish. Terus Mas anto pergi ke apartemen, diantar temennya, berempat, ambil selimut, switer, jaket sarung tangan, topi untuk mili dan Danish. Itu pun pas mas anto diapartemen, ada gempa lagi. Dia dan temennya buru-buru. Barang-barang dilempar dari jendela atas, dibawah temennya nyambut.
Makin malam, makin dingin. Lampu darurat gedung yang ada dilorong lorong makin lama makin redup. Akhirnya gelap. Dengerin berita dari radio mobil. Katanya gempanya 6,8 skala jepang. Pusatnya di ojiya. Ojiya itu kalau ditempuh dengan mobil hanya setengan jam dari nagaoka.
Yang kasian anak-anak. Ada keluarga Malaysia, bayinya baru umur 7 bulan. Yang punya mobil, pindah kedalam mobil. Mili dan mas anto pindah ke mobil temen. Dingin banget. Danish bangun lagi. Hampir jam 10 malem, Danish mulai kedinginan lagi. Pas kami didalam mobil juga gempa lagi.
Karena gempa, listrik, gas, dan air mati. Hampir disemua tempat. Ada apartemen teman yang idup semua. Akhirnya kami pindah kesana. Ada beberapa keluarga, yang kesana. Malem itu kami gak bias tidur. Udah jam 12 malem. Danish jam 11 tidur. Pokoknya malem itu, yg orang tuanya pada tdk tidur. Badan golekan, tp bentar-bentar bangun, soalnya bolak-balik ada gempa susulan. Kalo mili malahan cuma bisa duduk dipinggir kasur, soalnya tempatnya penuh.
Tapi kami pada puasa, ada sisa makanan, terus pas saur ibu-ibu pada masak. Pas saur itu, dari tv, baru jelas beritanya. Gempa yang skalanyabesar terjadi sampai 8 kali (yang pas buka puasa itu). Kami di rumah temen itu sampai hari rabu. Setiap hari gak pagi, siang, sore, malem, subuh, terus ada gempa. Kalo terasa goyangannya besar,kami buru-buru lari keluar. Mana diluar dingin. Rumah temen itu, juga apartemen, sama besarnya dengan apartemen mili. Tiap hari ibu-ibunya masak, kami udunan.
Pas Rabu malemnya, mili dan tiga keluarga lainnya, pindah ke tempat pengungsian. Soalnya kami gak tenang, diberitakan harus waspada karena ada kemungkinan gempa yg sama besarnya seperti hari yg pertama, dalam tiga hari mendatang. Sebenarnya udah dari beberapa hari sebelumnya kami semua mau ke tempat pengungsian itu. Tapi karena ingat susah saurnya jadinya gak jadi.
Ditempat pengungsian, suasananya enak, lapang. Kita dikasih alas tidur, selimut. Makanan dan minuman tersedia. Pagi jam 7, makan pagi. Menunya roti, buah jeruk dan pisang, onigiri (nasi yang dibentuk bulat), mie mangkok, kadang ada supnya. Minumnya tinggal pilih mau the, pocari, air putih, kopi Nescafe. Tinggal bikin, gelas disediakan. Untuk anak bayi, disediakan susu bubuk.
Terus jam 10 pagi ada snack untuk anak-anak. Susu murni. Danish ditawarin juga, tapi kami bilang diagak minum. Jam 12, makan siang. Menunya onigiri dan lauk pauknya, buah jeruk dan pisang. Makan malamnya jam 6.
Kalo pagi, tempat tidurnya dilipatin. Lantai tempat pengungsiannya pake karpet tebal. Kita didalam gak pake sepatu. Bersih banget. Tiap pagi disedot pake vacuum. Nah sidanish tu kan kalo ketemu orang lain langsung nangis. Nangisnya kuat lagi.Dia tu kalo ditegur orang langsung nangis. Waktu di tempat temen itu, kerjaannya nangis melulu, habisnya kan banyak orang. Dia tu ngeliatin orang berani, tapi kalo orang yng diliat, ngeliat dia terus sentum atau ketawa langsung nangis. Wah pokoknya nangis aja. Kasian juga sih. Mili sampe bilang, kl ada yg datang, pak jangan ditegur.
Nah waktu hari pertama dipengungsian (kamis pagi). Kan banyak orang jepang yg tua. Nanti nenek-nenek itu, kalao pas berpapasan, dia negur Danish pake bahasa jepang sih, ya udah danishnya langsung owe owe. Si nenek neneknya langsung bilang maaf maaf, terus pergi. Ada berapa kali lah pada hari itu dia menangis karena ditegur orang.
Tapi ada manfaatnya juga kami ke pengungsian. Danish jadi biasa dengan banyak orang, terus dia udah gak nangis lagi kalo ditegur nenek-nenek, malah dia mau diajak main. Dia tu kan sebelum gempa, belum bisa jalan sendiri. Masih ditatah, atau pegangan pinggir meja atau tembok. Sesekali jalan sendiri dari meja ke meja tv. Nah pas di pengungsian itu kan lapang, eeh dia jalan bolaki-balik. Dia kesenengan bisa jalan. Padahal bolak-balik jatuh, wong jalannya menggak menggok. Terus maunya cepet cepet.Kalau pas jalan, jatuh, terus berdiri lagi, jalan lagi. Sampai ada nenek nenek yg bilang, memang begitu nanti lama-lama dia jadi pintar. Disana ada tangga. Nah Danish pun mulai naik tangga. Mula-mula dipegangin, lama-lama dia naik sendiri, turun sendiri. Mili ama mas anto yg kecapean.
Mili di tempat pengungsian sampai hari senin pagi. Kami pindah ke tempat kos temen yg lagi kerja di Tokyo. Terus mas anto ngurus apartemen, cari yg baru, habisnya mili udah gak berani tinggal di apartemen yang lama. Banyak tembok yg retak. Terus gempa itu kan diperkirakan berlangsung selama sebulan terhitung dari hari yg pertama. Wah gak berani lah. Hari itu dapat apartemennya. Cuma satu kamar. Tapi kondisinya bagus. Nah selasanya kami pindah lagi ke apartemen yg baru. Paginya mili dan Danish kedokter diantar temen. Mas anto dibantu temennya pindahin barang, kasur, kompor dan perlatan masak. Malamnya baru semua barang dipindahin. Banyak barang lama yg dibuangin, habisnya tempatnya gak muat kalo dibawa. Wah pokoknya kerja keras.
Tapi sekarang keadaan udah mulai membaik. Gempa susulan masih ada tapi tidak setiap hari lagi. Mili dan Danish udah sehat. Mas anto udah mulai kuliah lagi. Sekarang suhunya makin dingin, udah mencapai 4 derajat minimumnya.