Secarik kertas yang sangat berharga
Ide, inovasi biasanya muncul setelah ada permasalahan. Berikut ini cerita tentang secarik kertas yang ditinggalkan pak Pos di Jepang kalau penerima surat (tercatat) tidak ada di rumah. Tapi sebelumnya saya akan bercerita dulu tentang pengalaman yang berhubungan dengan ini di Indonesia 7 tahun yang lalu.
Sekitar tahun 1999, saya masih bujang dan sudah bekerja di perusahaan pembuat peralatan lampu lalu lintas, namanya PT Telnic di Bandung. Saya kontrak rumah (sendirian) di perumahan Riung Bandung, Bandung. Ceritanya, waktu itu sambil bekerja saya memutuskan untuk kuliah S2 di ITB. Sehingga saya mengirimkan berkas-berkas pendaftaran ke ITB. Dan seperti disebutkan di tata cara pendaftaran, nanti akan dikirim pemberitahuan tentang kapan ujian lewat pos.
Karena saya tinggal di rumah kontrakkan itu sendiri, jadi dari jam 8 atau 9 pagi sampai 5 sore, rumah selalu kosong. Suatu saat, pas di kantor saya dapat telepon dari jurusan Elektro ITB yang menanyakan, kok surat yang dikirim dikembalikan kantor pos ke ITB. Sekretarisnya menanyakan apakah alamatnya sudah pindah? kok suratnya "mbalik". Saya jawab bahwa saya masih tinggal di alamat itu, cuma kalau pagi-siang, rumah kosong, jadi sama pak pos akhirnya dikembalikan ke ITB. Akhirnya saya ambil surat panggilan tes itu di sekretaris jurusan Elektro ITB.
(saya sangat berterima kasih pada sekretaris jurusan Elektro ITB, yang sudi mencari no telepon kantor saya, untuk menghubungi saya berkenaan dengan surat panggilan itu, coba kalau saya tidak ditelpon..mungkin tidak bisa ikut ujian).
Kemudian, saya mengikuti tes masuk S2 di ITB. Untung belum terlambat waktu/harinya. Muncul masalah lagi, nanti pengumuman di terima/tidaknya juga melalui pos. Jadi setelah itu saya sering telpun ke program pasca sarjana ITB apakah surat pemberitahuan lulus/tidaknya sudah dikirim. Pegawainya hanya bilang, tunggu saja suratnya, nanti dikirim. Lha ini masalahnya dengan surat itu, takut "mbalik" seperti surat yang pertama.
Setelah itu, kadang saya berangkat ke kantor agak siangan..siapa tahu jam 8 atau jam 9 pagi ada pak pos yang datang. Nggak datang-datang juga. Lalu muncul ide berikut: Saya pasang kertas di depan pintu rumah (kontrakan) saya. Yang tulisan lengkapnya saya sudah lupa (coba kalau waktu itu ada poto digital, terus ada ide dipoto jadi bisa ada kenang-kenangan he he). Cuma intinya: tolong pak pos, kalau ada surat buat saya mohon dititipkan ke tetangga..hihi. Dalam pikiran saya, kalau ada surat (tercatat) pak pos harus ketemu dengan ybs atau orang lain di rumah itu..(soalnya harus tanda tangan). Jadi mungkin pak pos nggak berani titip/kasih ke tetangga. Dalam hati saya, mungkin kalau ada tulisan ini, pak Pos akan (berani) menitipkan ke tetangga.
Ternyata benar. Beberapa hari kemudian, saat saya pulang kantor, ada tetangga yang datang bilang kalau ada surat buat saya di titipkan ke dia (tetangga). Ya..surat dari Pasca Sarjana ITB tentang pemberitahuan lulus/tidaknya masuk S2. Alhamdulillah, saya diterima masuk S2 Elektro ITB.
Kembali ke permasalahan. Mungkin sebagian besar kondisi rumah di Indonesia adalah ada yang menunggu pada siang hari (pembantu, istri,orang tua dll). Tetapi sekarang ini, kayaknya kondisi sudah mulai berubah, dimana suami-istri kerja. Jadi banyak rumah yang di siang hari kosong. (kalau bujangan ngontrak rumah sendiri kayak saya dulu..kayaknya jarang ya haha). Sehingga sistem seperti pos di Jepang kayaknya perlu juga. Yaitu pegawai pos meninggalkan secarik kertas, yang isinya kalau ada surat buat kita. Kalau di Jepang, penerima bisa janjian dengan pihak pos kapan surat harus diantar lagi. Kalau ini juga dilakukan di Indonesia akan baik sekali. Ya minimal ada pemberitahuan kalau ada surat, silakan diambil di kantor pos. Saya kira yang kedua ini pun akan sangat bermanfaat bagi penerima. Jadi tidak harus berpusing-pusing bikin tulisan di depan pintu rumah.haha.
Mungkin sistem ini sekarang sudah diberlakukan juga di Indonesia. Kalau sudah ya bagus, kalau belum, ya imbauan buat para penyelenggara jasa pengiriman pos (PT POS dll) mungkin bisa menerapkan cara ini demi kenyamanan konsumen.
Sekitar tahun 1999, saya masih bujang dan sudah bekerja di perusahaan pembuat peralatan lampu lalu lintas, namanya PT Telnic di Bandung. Saya kontrak rumah (sendirian) di perumahan Riung Bandung, Bandung. Ceritanya, waktu itu sambil bekerja saya memutuskan untuk kuliah S2 di ITB. Sehingga saya mengirimkan berkas-berkas pendaftaran ke ITB. Dan seperti disebutkan di tata cara pendaftaran, nanti akan dikirim pemberitahuan tentang kapan ujian lewat pos.
Karena saya tinggal di rumah kontrakkan itu sendiri, jadi dari jam 8 atau 9 pagi sampai 5 sore, rumah selalu kosong. Suatu saat, pas di kantor saya dapat telepon dari jurusan Elektro ITB yang menanyakan, kok surat yang dikirim dikembalikan kantor pos ke ITB. Sekretarisnya menanyakan apakah alamatnya sudah pindah? kok suratnya "mbalik". Saya jawab bahwa saya masih tinggal di alamat itu, cuma kalau pagi-siang, rumah kosong, jadi sama pak pos akhirnya dikembalikan ke ITB. Akhirnya saya ambil surat panggilan tes itu di sekretaris jurusan Elektro ITB.
(saya sangat berterima kasih pada sekretaris jurusan Elektro ITB, yang sudi mencari no telepon kantor saya, untuk menghubungi saya berkenaan dengan surat panggilan itu, coba kalau saya tidak ditelpon..mungkin tidak bisa ikut ujian).
Kemudian, saya mengikuti tes masuk S2 di ITB. Untung belum terlambat waktu/harinya. Muncul masalah lagi, nanti pengumuman di terima/tidaknya juga melalui pos. Jadi setelah itu saya sering telpun ke program pasca sarjana ITB apakah surat pemberitahuan lulus/tidaknya sudah dikirim. Pegawainya hanya bilang, tunggu saja suratnya, nanti dikirim. Lha ini masalahnya dengan surat itu, takut "mbalik" seperti surat yang pertama.
Setelah itu, kadang saya berangkat ke kantor agak siangan..siapa tahu jam 8 atau jam 9 pagi ada pak pos yang datang. Nggak datang-datang juga. Lalu muncul ide berikut: Saya pasang kertas di depan pintu rumah (kontrakan) saya. Yang tulisan lengkapnya saya sudah lupa (coba kalau waktu itu ada poto digital, terus ada ide dipoto jadi bisa ada kenang-kenangan he he). Cuma intinya: tolong pak pos, kalau ada surat buat saya mohon dititipkan ke tetangga..hihi. Dalam pikiran saya, kalau ada surat (tercatat) pak pos harus ketemu dengan ybs atau orang lain di rumah itu..(soalnya harus tanda tangan). Jadi mungkin pak pos nggak berani titip/kasih ke tetangga. Dalam hati saya, mungkin kalau ada tulisan ini, pak Pos akan (berani) menitipkan ke tetangga.
Ternyata benar. Beberapa hari kemudian, saat saya pulang kantor, ada tetangga yang datang bilang kalau ada surat buat saya di titipkan ke dia (tetangga). Ya..surat dari Pasca Sarjana ITB tentang pemberitahuan lulus/tidaknya masuk S2. Alhamdulillah, saya diterima masuk S2 Elektro ITB.
Kembali ke permasalahan. Mungkin sebagian besar kondisi rumah di Indonesia adalah ada yang menunggu pada siang hari (pembantu, istri,orang tua dll). Tetapi sekarang ini, kayaknya kondisi sudah mulai berubah, dimana suami-istri kerja. Jadi banyak rumah yang di siang hari kosong. (kalau bujangan ngontrak rumah sendiri kayak saya dulu..kayaknya jarang ya haha). Sehingga sistem seperti pos di Jepang kayaknya perlu juga. Yaitu pegawai pos meninggalkan secarik kertas, yang isinya kalau ada surat buat kita. Kalau di Jepang, penerima bisa janjian dengan pihak pos kapan surat harus diantar lagi. Kalau ini juga dilakukan di Indonesia akan baik sekali. Ya minimal ada pemberitahuan kalau ada surat, silakan diambil di kantor pos. Saya kira yang kedua ini pun akan sangat bermanfaat bagi penerima. Jadi tidak harus berpusing-pusing bikin tulisan di depan pintu rumah.haha.
Mungkin sistem ini sekarang sudah diberlakukan juga di Indonesia. Kalau sudah ya bagus, kalau belum, ya imbauan buat para penyelenggara jasa pengiriman pos (PT POS dll) mungkin bisa menerapkan cara ini demi kenyamanan konsumen.
<< Home